Hai sahabat,
aku kehilangan kamu. Padahal aku tau kamu gak jauh-jauh. Ada. Kamu masih di belahan dunia yang sama kayak aku. Masih berpijak di planet yang sama dengan aku. Lalu kenapa aku bisa merasa kehilangan kamu?
Karena kita kehilangan waktu bersama kita. Kita kehilangan waktu berjumpa. Dan kita kehilangan sesuatu yang membuat kita saling mencari.
Dan itu benar-benar membuat aku sedih. It breaks my heart.
Hei sahabat,
sadar, udah berapa lama gak ketemu? Kapan terakhir ketemu? Atau gampangnya, kapan terakhir kali kamu kepikiran tentang aku?
Kalau kamu mau tau, kapan terakhir kali aku kepikiran kamu. Jawabku, ya detik ini. Detik aku pencet tuts keyboard ini, ngerangkai kata-kata ini. Aku suka intip Facebook kamu, baca-baca timeline Twitter kamu. Dan setiap kali aku online di YM, aku berharap kamu bakal nyapa atau paling engga nge-buzz aku.
Ya, segitu kangennya aku sama kamu.
Sahabat,
aku sering merasa aku tertinggal dan tak lagi tau banyak hal tentang kamu. Tak lagi seperti dulu yang selalu jadi tempat tampungan cerita-ceritamu. Jadi sandaranmu. Jadi tempat yang bakal kamu datengin, tak peduli kamu butuh atau engga.
Kamu mau tau apa yang paling buat aku sedih? Ketika kamu bilang kangen pada temanmu, dan bukan pada aku. Ya, jangan tanya sedihnya seperti apa. Kamu boleh bayangkan. Kamu boleh coba rasakan.
Sahabat,
biar bagaimanapun, aku tetap anggap sahabatmu, dan tetap menganggap bahwa kamu mengganggapku sahabatmu. Karena sahabat kontraknya seumur hidup. Bukan sesingkat waktu kuliah 3 SKS, ataupun jatah liburan kenaikan kelas dulu.
Sahabat,
lewat surat ini. Aku sampaikan, bahwa aku tetap sayang, tetap peduli, dan tetap rindu akan kamu. Dan persahabatan kita, takkan begitu saja habis, hanya karena perjumpaan kita yang semakin jarang. Dan sampai waktu salah satu dari kita habis pun, kita akan tetap bersahabat.
aku kehilangan kamu. Padahal aku tau kamu gak jauh-jauh. Ada. Kamu masih di belahan dunia yang sama kayak aku. Masih berpijak di planet yang sama dengan aku. Lalu kenapa aku bisa merasa kehilangan kamu?
Karena kita kehilangan waktu bersama kita. Kita kehilangan waktu berjumpa. Dan kita kehilangan sesuatu yang membuat kita saling mencari.
Dan itu benar-benar membuat aku sedih. It breaks my heart.
Hei sahabat,
sadar, udah berapa lama gak ketemu? Kapan terakhir ketemu? Atau gampangnya, kapan terakhir kali kamu kepikiran tentang aku?
Kalau kamu mau tau, kapan terakhir kali aku kepikiran kamu. Jawabku, ya detik ini. Detik aku pencet tuts keyboard ini, ngerangkai kata-kata ini. Aku suka intip Facebook kamu, baca-baca timeline Twitter kamu. Dan setiap kali aku online di YM, aku berharap kamu bakal nyapa atau paling engga nge-buzz aku.
Ya, segitu kangennya aku sama kamu.
Sahabat,
aku sering merasa aku tertinggal dan tak lagi tau banyak hal tentang kamu. Tak lagi seperti dulu yang selalu jadi tempat tampungan cerita-ceritamu. Jadi sandaranmu. Jadi tempat yang bakal kamu datengin, tak peduli kamu butuh atau engga.
Kamu mau tau apa yang paling buat aku sedih? Ketika kamu bilang kangen pada temanmu, dan bukan pada aku. Ya, jangan tanya sedihnya seperti apa. Kamu boleh bayangkan. Kamu boleh coba rasakan.
Sahabat,
biar bagaimanapun, aku tetap anggap sahabatmu, dan tetap menganggap bahwa kamu mengganggapku sahabatmu. Karena sahabat kontraknya seumur hidup. Bukan sesingkat waktu kuliah 3 SKS, ataupun jatah liburan kenaikan kelas dulu.
Sahabat,
lewat surat ini. Aku sampaikan, bahwa aku tetap sayang, tetap peduli, dan tetap rindu akan kamu. Dan persahabatan kita, takkan begitu saja habis, hanya karena perjumpaan kita yang semakin jarang. Dan sampai waktu salah satu dari kita habis pun, kita akan tetap bersahabat.
Dari aku,
yang selalu menjadi sahabatmu
yang selalu menjadi sahabatmu
" I fall asleep with my friends around me | the only place I know | I'm going to call this home " ~ Jimmy Eat World, The World You Love.
0 comments:
Post a Comment